Stigma terkait gangguan kesehatan mental masih menjadi masalah serius di masyarakat kita saat ini. Banyak orang yang mengalami gangguan kesehatan mental sering kali merasa dijauhi dan dihakimi oleh lingkungannya. Hal ini tentu saja sangat memperburuk kondisi kesehatan mental mereka.
Menurut dr. Nova Riyanti Yusuf, seorang psikiater dari RSUD Cibinong, stigma terhadap gangguan kesehatan mental dapat menghambat proses penyembuhan dan pemulihan penderita. “Ketika seseorang merasa malu atau takut untuk mencari pertolongan karena takut dicap gila atau tidak normal, maka itu akan membuat kondisi kesehatan mental mereka semakin memburuk,” ujarnya.
Untuk mengatasi stigma terkait gangguan kesehatan mental di masyarakat, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah edukasi. Menurut Prof. Dr. Tjhin Wiguna, seorang pakar kesehatan mental dari Universitas Indonesia, “Pendidikan dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental sangat penting dalam mengubah persepsi negatif terhadap gangguan kesehatan mental.”
Selain itu, penting juga untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bagi para penderita gangguan kesehatan mental. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, hanya sekitar 10% penderita gangguan kesehatan mental di Indonesia yang mendapatkan pengobatan yang memadai. Hal ini disebabkan oleh minimnya fasilitas kesehatan mental yang memadai dan kurangnya dukungan sosial bagi para penderita.
“Kita perlu menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung bagi para penderita gangguan kesehatan mental. Mereka butuh dukungan dan pengertian dari lingkungannya agar bisa pulih dan kembali berkontribusi secara maksimal dalam masyarakat,” ujar dr. Nova Riyanti Yusuf.
Dalam upaya mengatasi stigma terkait gangguan kesehatan mental di masyarakat, peran semua pihak sangat dibutuhkan. Mulai dari pemerintah, lembaga kesehatan, masyarakat, hingga media massa perlu bekerja sama untuk memberikan edukasi dan dukungan kepada para penderita. Dengan begitu, diharapkan stigma negatif terhadap gangguan kesehatan mental dapat diminimalisir dan para penderita dapat mendapatkan perlakuan yang lebih manusiawi dan empatik.